15 Asosiasi Pengusaha di Kepri Tolak FTZ jadi KEK Batam

15 Asosiasi Pengusaha di Kepri Tolak FTZ jadi KEK Batam

KEPRIMOBILE.COM – Dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum bagi dunia investasi di Batam, sebanyak 15 asosiasi pengusaha di Kepri menolak perubahan status Free Trade Zone (FTZ) Batam menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam.

Sikap pengusaha tersebut tertuang dalam surat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri Nomor 39/KU/KADIN-KEPRI/IV/2018 perihal usulan dan tanggapan KEK Batam. Surat yang dikeluarkan pada 27 April 2018 ini ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.

Surat ini ditandatangani masing-masing ketua asosiasi pengusaha. Adapun 15 asosiasi pengusaha yang tergabung dalam penolakan KEK Batam ialah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, REI Batam, INSA Batam, DPD Akklindo Kepri, Dekopinda Batam, BSOA, Gapeksindo, Asprindo, DPD Asita Kepri, Aexipindo, Organda Batam, Forppi, HIPPI, dan PHRI Batam.

Dilansir batampos, Ketua Kadin Kepri, Achmad Makruf Maulana belum mau banyak berkomentar terkait surat ini. “Saya dipanggil pak menteri ke Jakarta,” kata Makruf tanpa menjelaskan siapa menteri yang dimaksud.

Ketua Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Batam, Osman Hasyim mengatakan soal kepastian hukum berusaha menjadi alasan utama pengusaha menolak KEK Batam. “Jika berubah lagi, maka itu merupakan langkah mundur. Karena dapat menimbulkan kebingungan,” jelasnya.

Ia mengatakan sebaik-baiknya kebijakan haruslah memperkuat regulasi yang ada saat ini. “Kami ini belum mengetahui bagaimana nanti bentuk KEK sama sekali. Jika mengacu pada peraturan KEK, maka nanti akan berada dibawah gubernur. Tapi Batam itu kompleks sehingga harus punya badan baru,” ucapnya.

Osman menyarankan agar lebih FTZ diperkuat saja. Selain masa berlakunya selama 70 tahun, FTZ juga dianggap masih bisa menjadi tumpuan ekonomi Batam jika dibenahi lebih baik. “Lebih baik dipertahankan dan diperkuat lewat pemberian insentif,” ungkapnya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam Jadi Rajagukguk mengatakan kebijakan apapun harus memiliki kepentingan yang jelas. “Ini menyangkut kepastian hukum berusaha. Mengapa diubah? Apa urgensinya?” tanyanya.

Dikatakannya, jika KEK diumpamakan seperti apa yang diungkapkan pemerintah pusat bahwa fasilitasnya lebih banyak, maka mengapa fasilitas tersebut tak dimasukkan ke FTZ saja. “Ya ditambah saja fasilitas FTZ itu, kan selesai,” jelasnya.

Menurutnya, bagi pengusaha, perubahan kebijakan yang sedinamis saat ini tidak mencerminkan kepastian berusaha di Batam. Ia sebut bagi pengusaha yang penting itu kepastian hukum dalam berusaha.

Sambungnya, sebuah kebijakan yang baik harus mempertimbangkan keinginan kedua belah pihak baik itu pengusaha maupun pemerintah. Kedua pihak harus bisa terakomodasi.

 

Dalam surat pernyataan itu, para pengusaha menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, pengusaha meminta agar Batam dikembalikan ke awal mula pembangunannya, yakni berada langsung dibawah Presiden dalam bentuk otorita dengan fasilitas KEK maritim menyeluruh. Dan jika tetap mengikuti pola yang ada saat ini, maka Batam harus tetap dalam sistem FTZ menyeluruh dengan penambahan insentif sesuai kebutuhan.

Kedua, jika pemerintah benar-benar tidak mau mundur dengan niatnya mengubah FTZ Batam menjadi KEK, maka jangan dilakukan secara tergesa-gesa. Penetapan KEK Batam dianggap sangat merugikan baik itu masyarakat maupun pengusaha yang berada diluar KEK enclave. Berdasarkan pengalaman yang ada, pengelolaan KEK sangat rumit dalam tata kelola kepabeanannya.

Ketiga, pengusaha minta agar Batam yang sejak awal merupakan tanah milik pemerintah diubah menjadi daerah bersifat umum lainnya di Indonesia yang baru diberi fasilitas KEK. (*)

 

468x60

No Responses

Leave a Reply